Sabtu, 17 Maret 2012

Wisata Sejarah Pulau Penyengat

Wisata Sejarah Pulau Penyengat
Pulau Penyengat adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 6 km dari kota Tanjung Pinang, ibukota dari propinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran kurang lebih hanya 2.500 x 750 m, dan berjarak lebih kurang 35 km dari pulau Batam. Pulau Penyengat merupakan salah satu obyek wisata di Kepulauan Riau. Salah satu objek yang bisa kita liat adalah Masjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur, makam-makam para raja, makam dari pahlawan nasional Raja Ali Haji, kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi.
Mesjid Raya Sultan Riau
Mesjid ini di bangun pada tahun 1832 pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdul Rahman, pembangunan mesjid ini dilakukan secara bergotong royong oleh semua masyarakat penyengat pada masa itu.
Aspek yang paling menarik dalam pembangunan mesjid ini adalah digunakannya putih telur sebagai campuran semen untuk dinding mesjit. Mesjid ini merupakan bangunan yang unik dengan panjang 19,8 meter dan lebar 18 meter, rungan tempat sembahyang disangga oleh 4 buah tiang besar, atapnya berbentuk kubah sebanyak 13 buah dan menara sebanyak 4 sebuah, semuanya berjumlah 17 sesuai dengan rakaat sebahyang sehari semalam.
Di dalam mesjid ini juga terdapat kitab suci Al-Quran yang ditulis tangan, serta lemari perpustakaan kerajaan riau-lingga yang pintunya berukir kaligrafi yang melambangkan kebudayaan islam sangat berkembang pesat pada masa itu.
Komplek Makam Engku Puteri Raja Hamidah
Di dalam kompleks makam yang memiliki struktur atap bersusun dengan ornamen yang indah ini terdapat beberapa makam pembesar kerajaan riau salah satu diantaranya adalah makam Enku Puteri. Engku Puteri yang memiliki naman lahir Raja Hamidah merupakan anak dari Raja Haji Yang Dipertuan Muda Riau ke IV.
Perkawinan dengan Sultan Mahmud mengantar Engku Puteri Raja Hamidah menjadi tokoh yang sangat penting dalam kerajaan Riau-Johor pada awal abad ke-19. Karena di dalam tangannya diamanahkan alat-alat kebesaran kerajaan (insignia atau rgelia). Tanpa alat-alat kebesaran itu penobatan seorang sultan menjadi tidak sah menurut adat setempat.
Pulau pengengat juga merupakan mas kawin dari Sultan Mahmud kepada Engku Puteri. Engku Puteri wafat pada tahun 1844. Selain makam Engku Puteri juga terdapat makam Raja Haji Abdullah Yang Dipertuan Muda Riau IX, dan makam Raja Ali Haji Sastrawan dari kerajaan Riau Lingga, karyanya yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas.
Kompleks Makam Raja Haji Fisabilillah
Komplek makam ini terletak diatas bukit di selatan pulau Penyengat. Raja Haji Fisabilillah adalah Yang Dipertuan Muda IV kerajaan Riau Lingga yang memerintah kerajaan dari tahun 1777-1784 merupakan figur legendaris dan pahlawan melayu.
Raja Haji Fisabilillah sangat gencar mengadakan perlawanan-perlawanan terhadap penjajah, peristiwa yang terbesar adalah ketika meletusnya perang Riau. Pasukan Riau berhasil memukul mundur pasukan Belanda dari perairan Riau dan memenangkan pertempuran tersebut setelah berhasil menenggelamkan kapal Maraca Van Warden.
Raja Haji wafat pada 18 juni 1784 dikenal sebagai Marhum Teluk Ketapang. Oleh Belanda, Raja Haji dikenal juga sebagai Raja Api. Dan oleh Pemerintah Indonesia Raja Haji Fisabilillah dianugrahi menjadi pahlawan nasional. Disebelah komplek makam Raja Haji Fisabilillah juga terdapat makam Habib Syech, ulama terkenal semasa kerajaan Riau.
Komplek Makam Raja Jakfar
Komplek makam Raja Jakfar adalah komplek makam yang baik diantara makam lainnya. Dilapisi dinding dengan pilar dan kubah kecil disamping terdapt kolam tempat berwudhu untuk sholat. Raja Jakfar adalah anak Raja Haji Fisabilillah, merupakan Yang Dipertuan Muda Riau VI.
Pada masa pemerintahannya ia memindahkan pusat kerajaan yang tadinya di hulu Riau ke pulau Penyengat. Ia memulai karirnya sebagai pengusaha pertambangan timah yang sukses di Kelang, Selangor.
Karena sering mengunjungi kota melaka beliau menjadi peka akan penataan kota dengan arsitektur yang sejalan dengan zaman. Karena itulah pulau Penyengat ditata dan dikelolanya dengan selera yang tinggi.
Dalam komplek makam Raja Jakfar juga terdapat makam Raja Ali Yang Dipertuan Muda VIII kerajaan Riau anak dari Raja Jakfar. Raja Ali merupakan figure yang taat beribadah. Pada masa pemerintahannya ia membuat kebijakan untuk mewajibkan kaum laki-laki melaksanakan sholat jumat dan mewajibkan kaum wanita untuk menggunakan busana muslimah.
Komplek Tengku Bilik
Bangunan yang megah ini menggambarkan betapa jayanya kerajaan Riau Lingga pada rentang tahun 1844. Bangunan tua yang mempunyai berarsitektur Eropa modern ini berada tepat disamping komplek makam Raja Jakfar.
Gedung tengku bilik ini mempunyai kemiripan dengan gedung kampung Gelam yang berada di Malaka. kemiripan arsitektur kedua gedung tersebut menunjukkan kuatnya jalinan persaudaran dan kerjasama dari dua kerajan besar pada saat itu.
Istana Raja Ali
Istana Raja Ali juga dikenal dengan Istana Kantor, karena fungsi bangunan ini selain sebagai rumah juga sebagai kantor Raja Ali Yang Dipertuan Muda VIII kerajaan Riau.
Komplek istana ini sangat besar, ukurannya sekitar no meter, dikelilingi oleh tembok tebal lengkap dengan pintu gerbang dibagian belakangnya. Keagungan istana ini masih dapat kita lihat sampai saat ini. Setelah wafat, Raja Ali dikenal dengan Marhum Kantor.
Makam Raja Abdurrahman
Raja Abdulrahman adalah Yang Dipertuan Muda VII kerajaan Riau Lingga. Ialah yang membangun mesjid pulau Penyengat.
Pada masa pemerintahannya terjadi pengacauan oleh bajak laut, dan campur tangan pihak Inggris mempersulit kedudukan Raja Abdulrahman.
Raja abdulrahman wafat pada tahun 1843, dengan gelar post humousnya adalah Marhum Kampung Bulang. Makamnya terletak di atas sebuah bukit yang memaparkan pemandangan pada mesjid yang dibangunnya.
Benteng Pertahanan Bukit Kursi
Dibangun pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Raja Haji Fisabilillah,  yang pada masa itu menjadikan pulau Penyengat sebagai benteng pertahanan yang ampuh pada perang riau di benteng ini masih dapat kita jumpai parit pertahanan dan meriamnya.
Perigi Puteri/ Perigi Kunci
Bangunan mungil yang berbentuk unik beratap kubah setengah slinde ini merupakan tempat pemandian bagi kaum wanita terutama para puteri bangsawan kerajaan Riau-Lingga.
Makam Raja Ali Haji
Makam Raja Ali Haji berada satu komplek dengan makam Raja Hamidah Engku Putri. Raja Ali Haji sangat termashyur dengan karyanya Gurindam 12, yang berisi tentang petunjuk menjalankan kehidupan sehari yang bertujuan untuk membentuk akhlak mulia dan menegakkan ajaran agama Islam.
Taman Monumen Perjuangan Raja Haji Fisabilillah
Monumen setinggi 28 m ini dibangun oleh pemerintah untuk mengenang perjuangan Raja Haji Fisabillillah yang merupakan pahlawan Bahari dan Kepulauan Riau. Disekitar monumen terdapat taman Raja Haji Fisabilillah yang memaparkan pandangan laut beserta pulau-pulau disekitar kota Tanjung Pinang bersantai disore hari disini sambil menikmati suasana matahari terbenam merupakan aktifitas yang sangat menyenangkan.
Komplek Makam Daeng Marewah
Daeng Marewah atau Kelana Jaya Putera adalah Yang Dipertuan Muda I kerajaan Johor-Pahang-Riau-Lingga, memerintah tahun 1721-1728, gelar posthumousnya adalah Marhum Mangkat Disungai Bahari. Dalam komplek makamnya juga terdapat makam keluarga termasuk Tu Encik Ayu yang merupakan istri Daeng Marewah.
Komplek Makam Daeng Celak
Daeng Celak adalah Yang Dipertuan Muda Riau II yang merupakan ayahanda Raja Haji Yang Dipertuan Muda IV. Ia memerintah tahun 1728-1745. Pusarannya telah dibuatkan cungkup menaungi bersma putera istrinya Engku Puan Mandak Binti Sultan Abdul Jalil Ri Ayat Syah. Dalam komplek pemakaman yang dikelilingi tembok berkisi setinggi 70 cm terdapat pusara-pusara lainnya.

bagaimana menuju tanjung pinang

Objek wisata Di Tanjung Pinang tidak mengecewakan


Sebuah kota tua. Itu gambaran yang akan kamu dapati ketika menginjakkan kaki di negeri gurindam ini untuk kali pertama. Kota ini jugalah yang menjadi ibu kota Kepri. Jejeran toko berarsitektur zaman dulu akan kamu temui di sisi-sisi jalan menuju pusat kota. Kamu akan senang berkeliling Tanjung Pinang karena kotanya tenang dan nyaman. Dua kata ini jugalah yang turut memperkenalkan Tanjung Pinang ke dunia luar.
Tanjung PinangTanjung pinang memiliki pesona menarik dengan beragam budaya dan suku bangsa. Hampir semua suku bangsa dari seluruh Indonesia ada di sini. Bahasa Melayu di kota ini tergolong klasik dan sedikit unik terdengar di telinga orang-orang dari luar kota. Selain itu, Tanjung pinang memiliki cukup banyak area wisata, di antaranya Pulau Penyengat yang hanya berjarak kurang lebih 1 mil atau sekitar 1,6 km dari pelabuhan laut Tanjung pinang dan hutan bakau Sungai Dompak.
Tanjung pinang terdiri atas empat kecamatan, yaitu Tanjung pinang Kota, Tanjung pinang Barat, Bukit Bestari, dan Tanjung pinang Timur.
Letaknya yang sangat strategis membuat kota ini mudah dicapai baik oleh wisatawan domestik maupun wistawan asing dengan menggunakan transportasi laut ataupun udara. Untuk menghubungkan gugusan pulau dapat menggunakan kapal perintis atau kapal PELNI dari Pelabuhan Sri Bintan Pura di Kota Tanjung pinang atau Pelabuhan Sribayintan di Kijang, Bintan Timur. Selain itu, juga terdapat feri yang berangkat ke Batam dan daerah lainnya. Pelabuhan laut Tanjung pinang memiliki beberapa jenis kapal feri dan speedboat untuk akses domestik ke pulau Batam dan kota-kota lain di Riau daratan, Kepulauan Karimun, dan Kundur, serta akses internasional ke negara Malaysia dan Singapura.
Kebanyakan pengguna Pelabuhan Sri Bintan Pura berasal dari Telaga Punggur, Batam. Kapal roro dari Batam ke Tanjung pinang dipatok dengan tarif sekitar Rp15 ribu (dewasa) yang berangkat dari jam 10.00-16.00 dan kapal feri dipatok dengan tarif sekitar Rp. 45 ribu yang berangkat dari pukul 07.30-18.00.
Sama seperti banyak pelabuhan di Indonesia, kamu mungkin juga akan menemukan para supir taksi dan tukang ojek yang berjubel di depan pintu keluar pelabuhan. Tidak hanya di luar, bahkan ada yang memasuki wilayah pelabuhan untuk sekadar mengatakan, “Ojek, Bang?” atau “Taksi, Mbak?”
Sedangkan untuk pintu masuk jalur udara, TP mengandalkan Bandara Raja Haji Fisabilillah yang terus direnovasi. Bandara ini terletak sekitar 10 km di sebelah timur pusat Tanjung pinang. Saat ini, ada dua maskapai yang masuk ke bandara ini, yaitu Riau Arlines (RAL) dan Sriwijaya Air. Jika kamu terbang dengan RAL dari Pekanbaru atau Dumai kamu harus ekstra hati-hati dan harus memastikan penerbangan kamu. Kenapa? Karena biasanya RAL akan membatalkan penerbangan jika kuota penerbangannya tidak cukup.

Jika kamu ingin ke Tanjung pinang dari Pekanbaru

sebaiknya memilih penerbangan ke Batam. Dari Batam kamu dapat menaiki feri dari Telaga Punggur Batam menuju Tanjung pinang. Sedangkan jadwal penerbangan dari Jakarta ke Tanjung pinang dengan Sriwijaya Air sebanyak dua kali, yaitu pada pukul 14.30 dan 17.40 setiap hari.
Tanjung pinang memiliki alternatif angkutan perkotaan yang sangat memadai seperti transport (kalau di Jakarta disebut mikrolet), ojek motor, dan taksi. Tarif transport di Tanjung pinang seragam, yaitu jauh dekat Rp3 ribu. Sedangkan tarif taksi sesuai dengan kesepakatan setelah proses tawar-menawar, namun biasanya tarif normal terendah Rp50 ribu. Tapi jika ingin praktis, kamu dapat menyewa mobil maupun taksi. Penyewaan mobil berkisar dari Rp250 ribu-Rp500 ribu, sedangkan sewa taksi per hari antara Rp175 ribu-Rp300 ribu. Sementara untuk menuju pulau-pulau yang berdekatan, kamu dapat menggunakan perahu kecil yang disebut pompong. Biayanya berkisar dari Rp5 ribu hingga Rp50 ribu.
Pulau Penyengat
Pulau Penyengat adalah sebuah pulau kecil yang letaknya di sebelah barat Tanjungpinang, sekitar 1,6 km dari Pelabuhan Sri Bintan Pura. Akses menuju pulau ini dapat menggunakan pompong. Tarif sekali jalan ke pulau ini sekitar Rp5 ribu per orang dengan waktu kira-kira 5 menit. Di atas pompong kamu akan merasakan angin laut yang begitu sepoi-sepoi dan ombak laut yang turut membuat perjalanan ke Pulau Penyengat semakin menantang.
Di Pulau Penyengat, kamu akan langsung melihat Masjid Raya Sultan Riau. Masjid ini dibangun pada tahun 1832 pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdul Rahman. Pembangunan masjid ini dilakukan secara bergotong-royong oleh semua masyarakat Penyengat.
Aspek yang paling menarik dari pembangunan masjid ini yaitu digunakannya putih telur sebagai campuran semen untuk membangung dinding masjid. Masjid ini merupakan bangunan yang unik dengan panjang 19,8 m dan lebar 18 m. Ruang tempat shalat disangga oleh empat tiang besar. Atapnya berbentuk kubah sebanyak 13 buah dan menara sebanyak empat buah, semuanya berjumlah 17 sesuai rakaat salat sehari semalam. Di dalam masjid ini kamu juga akan menemukan kitab suci Al-Quran yang ditulis tangan, serta lemari perpustakaan Kerajaan Riau-Lingga yang pintunya berukir kaligrafi yang melambangkan kebudayaan Islam sangat berkembang pada masa itu.
Di pulau kecil ini juga terdapat kompleks makam raja-raja. Di antaranya kompleks makam Engku Putri Raja Hamidah yang juga terdapat makam Raja All Haji sang sastrawan kenamaan di zamannya dengan karyanya yang terkenal yaitu Gurindam Dua Belas kompleks makam Raja Jalar, dan kompleks makam Raja Haji Fisabilillah. Untuk masuk ke dalam kompleks makam kamu tidak dikenakan biaya alias gratis. Tapi kamu harus ingat, ketika memasuki kompleks makam, kamu harus melepaskan alas kaki.
Setelah puas melihat bangunan masjid dan mengelilingi komplek makam, kamu dapat menikmati pemandangan laut lepas di atas bukit pulau ini. Bukit itu dinamakan Bukit Kursi. Benteng Kursi dibangun pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Raja Haji Fisabilillah yang pada saat itu menjadikan Pulau Penyengat sebagai benteng pertahanan yang ampuh di masa Perang Riau. Di benteng ini kamu akan menjumpai peninggalan berupa parit pertahanan dan meriamnya.
Pulau Penyengat juga memiliki pemandangan alam yang indah, baik di pantai maupun di bukit-bukit. Kamu juga bisa menyaksikan perkampungan tradisional penduduk, Balai Adat, dan atraksi kesenian.
Untuk mengelilingi keseluruhan Pulau Penyengat, kamu dapat menyewa becak motor dengan harga Rp20 ribu per becak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar